Tuesday, July 31, 2012

Media Wayang Kreasi sebagai Pendekatan Kontekstual Pengenalan Potensi Hutan Mangrove dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki fungsi yang banyak dan menentukan bagi perkembangan anak sekolah dasar. Seperti fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, akan menentukan anak untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan berbahasa serta akan memudahkan berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya, manfaatnya akan membantu perkembangan siswa dalam berhubungan dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Begitu pula fungsi bahasa sebagai pengantar pendidikan, pemahaman anak dan pengenalan anak serta keterampilan anak dalam berbahasa Indonesia akan dapat bermanfaat dalam proses pendidikan secara optimal.

Dilihat dari fungsi bahasa di atas, maka pemahaman berbahasa dan keterampilan berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pendidikan secara umum. Oleh sebab itu keterampilan berbahasa Indonesia secara dini harus ditanamkan pada murid-murid sekolah dasar, sehingga mereka memiliki bekal yang cukup dalam berbahasa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki fungsi yang strategis, yakni sebagai:
1. Sarana pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa
2. Sarana peningklatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya
3. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah,
5. Sarana pengembangan penalaran,dan
6. Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia (Kurikuluim KTSP).
Variabel yang dapat menentukan keberhasilan pelajaran bahasa Indonesia ditentukan oleh pengajar, pembelajar, bahan ajar, proses pembelajaran dan penilaian. Keberadaan pengembangan suatu metode pembelajaran pada pengajaran bahasa Indonesia dipandang sebagai tuntutan kebutuhan yang sangat mendasar. Dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran dalam pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan Sekolah Dasar dapat menghasilkan lulusan yang memiliki dasar–dasar karakter, kecakapan keterampilan dan pengetahuan yang memadai.

Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diharapkan mampu mengembangkan dan mengarahkan siswa dengan segala potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu guru dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis. Keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran dikelas, terkait dengan kemampuan guru, baik sebagai perancang pembelajaran maupun sebagai pelaksana dilapangan. Selain itu,guru dituntut mampu melakukan pembaharuan khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu dengan merancang pembelajaran berdasarkan pengalaman belajar siswa sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna (meaningfull learning).

Kebermaknaan proses dan hasil pembelajaran ditentukan pula oleh kinerja guru dalam unjuk kemampuan profesonalismenya di lapangan mulai dari menyusun rancangan pembelajaran hingga pada tingkat operasionalnya dapat menggunakan beragam metode, media, sumber pembelajaran serta penilaian yang dikembangkan.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan penulis, sejumlah fakta yang dapat dilihat pada saat proses pembelajaran berlangsung di sekolah dasar menunjukan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia sampai saat ini kurang berhasil meningkatkan minat belajar, kreatifitas dan aktivitas belajar siswa. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Guru banyak mengajarkan struktur bahasa untuk diketahui dan dihapalkan siswa. Padahal struktur bahasa diajarkan untuk dipahami
2. Pada setiap pembelajaran bahasa Indonesia guru menggunakan metoda pembelajaran secara konvensional.
3. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berekspresi, berkreasi, eksplorasi dan berinovasi sehingga tidak merangsang siswa untuk membangkitkan minat dan gairah untuk belajar.
4. Siswa masih beranggapan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, tampak saat pada pembelajaran siswa hanya menerima apa-apa yang diberikan oleh guru untuk dihapalkan.
C. Pembatasan Masalah
Tulisan ini hanya membahas gagasan sebuah ide untuk menggunakan wayang kreasi sebagai media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia SD, terutama kelas tinggi, untuk mengoptimalkan minat belajar, kreatifitas dan aktivitas belajar siswa dalam pengenalan potensi khas daerah Tarakan yang berupa kawasan konservasi hutan mangrove.
D. Perumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana guru berinovasi dalam penggunaan media belajar sehingga guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berekspresi, berkreasi, eksplorasi dan berinovasi sehingga membangkitkan minat dan gairah belajar.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat Indonesia terutama guru sebagai pendidik, agar dapat menggunakan ide yang lebih berinovasi untuk meningkatkan prestasi peserta didik.

BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
2. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pengertian Pendekatan Kontekstual dalam Bahasa Indonesia Sekolah Dasar
Depdiknas, 2002 menyampaikan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang dituntut dalam pelajaran.
Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan karena memang cukup strategis dengan prosedur :
1. terhayati fakta yang dipelajari
2. permasalahan yang akan dipelajari harus jelas, terarah, rinci
3. pragmatika materi harus mengacu pada kebermanfaatan secara konkret, memerlukan belajar kooperatif dan mandiri

B. Pendekatan Kontekstual dengan Media Wayang Komunitas Hutan Manggrove
Tulisan ini mencoba menawarkan cara mengajak anak mengapresiasi wayang, sekaligus pengenalan potensi khas daerah Tarakan berupa kawasan konservasi Hutan Manggrove. Kami mencoba mengenalkan kepada peserta didik sejak dini melalui pendekatan kontekstual, manfaat pelestarian mangrove dan komunitas yang ada dalamnya melalui simulasi wayang. Wayang yang kami tampilkan adalah wayang kreasi berbentuk pohon bakau, bekantan, tempakul, serta kepiting bakau. Simulasi di lengkapi juga dengan banner bergambar lokasi hutan Manggrove Tarakan sebagai background pertunjukan wayang. .
Kawasan pulau Tarakan, memiliki wilayah daratan seluas ± 250,80 km² dan luas lautan ± 406,33 km², hutan mangrove seluas 22 hektare





Bakau adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar). Pohon bakau juga memiliki banyak nama lain seperti tancang, tanjang (Jw.); tinjang (Md.); bangko (Bugis); kawoka (Timor), wako, jangkar dan lain-lain.

Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis monyet berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal monyet Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Monyet betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai monyet Belanda. Dalam bahasa Brunei (kxd) disebut bangkatan

Tampang ikan ini sangatlah khas. Kedua matanya menonjol di atas kepala seperti mata kodok, Ikan gelodok hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik, benua Afrika.
Belum banyak terkuak nilai dari ikan ini. Namun ikan ini termasuk yang paling tahan terhadap kerusakan lingkungan hidup dan dapat tetap hidup dalam kondisi yang "memprihatinkan" sekalipun. Namun di Tiongkok dan Jepang, ikan gelodok menjadi santapan, selain juga digunakan sebagai obat tradisional, terutama sebagai peningkat tenaga lelaki

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting. Pada mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh Petani tambak, karena sering membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh nelayan untuk penghasilan tambahan dan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional di tambak. Mengingat permintaan pasar ekspor akan kepiting bakau yang semakin meningkat dari tahun ke tahun maka usaha ekstensifikasi budidaya kepiting bakau mulai dirintis di beberapa daerah.

Mangrove dan ekosistem sekitarnya telah lama mengalami kerusakan dan degradasi. Mangrove tidak mendapat perhatian khusus. Keacuhan dan keserakan kita telah menyebabkan kerusakan lebih dari setengah bagian dari hutan mangrove. Hal ini menyebabkan berkurangnya produksi ikan, meningkatkan erosi wilayah pesisir dan berkurangnya pendapatan masyarakat lokal serta menurunya kualitas air di wilayah sekitarnya.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove secara tak terkendali di masa lalu. Akan tetapi, dua penyebab utamanya adalah karena ketidaktahuan kita tentang arti dan peran penting mangrove bagi kehidupan, termasuk manusia, dan kurangnya penguasaan kita tentang teknik pengolaan mangrove yang ramah lingkungan. Dan konservasi hutan mangrove secara seimbang dan lestari, akan sangat bermanfaat bagi mereka yang peduli dan terlibat dalam pengelolaan hutan mangrove


BAB III
METODE DAN PROSEDUR
A. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
1. Alasan Memilih Media Wayang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya memberikan pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik mungkin agar siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan teoritik belaka.
Dengan melihat beberapa masalah pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dasar yang ada, dengan proses pembelajaran konvensional tidak meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan pengamatan tersebut, maka kami mencoba menuliskan ide kami berupa pendekatan kontekstual dengan Wayang sebagai media belajar.
2. Keunggulan Media Wayang
Wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang cukup terbuka terhadap perubahan dan perkembangan Wayang mengandung ajaran moral, religi, dan sosial. Oleh karena itu, wayang memiliki kemungkinan sebagai salah satu media pembelajaran budi pekerti.yang dapat mengoptimalkan kemampuan berbicara, membaca dan menulis bagi peserta didik
Wayang adalah warisan budaya nenek moyang yang mengandung pesan-pesan moral yang sangat bagus bagi kehidupan. Wayang merupakan bagian dari khasanah kebudayaan bangsa sehingga bisa diterima oleh semua kalangan, baik oleh guru maupun peserta didik. Wayang juga bersifat timeless yang berarti tak lekang oleh waktu. Jadi jika di gunakan sebagai media belajar, maka akan menghasilkan pembelajaran yang menarik dan melekat bagi peserta didik.
B. Prosedur Pembelajaran dengan Media Wayang
Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan realitas dunia siswa sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya. Pembelajaran bahasa bukan hanya memberikan pemahaman berupa definisi melainkan siswa dituntut untuk dapat menemukan pengetahuannya sendiri.

Guru harus memiliki strategi yang memacu siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif.
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk melambangkan konsep yang didapat.
Dalam pendekatan konseptual pengenalan hutan mangrove pada peserta didik di pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan media wayang, berikut adalah prosedur yang harus di rumuskan oleh guru sebelum proses belajar berlangsung.
1. Bagaimana kira-kira perumusan tujuan pembelajaran dilihat dari evaluasinya.
2. Pemilihan materi ajar sesuaikan dengan tujuan dan karakteristik peserta didik.
3. Pengorganisasian materi ajar.
4. Pemilihan media.
5. Kejelasan skenario pembelajaran.
6. Bagaimana penggunaan bahasa lisan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keunikan Ide atau Gagasan
Keunikan ide atau gagasan dalam penulisan ini kami sajikan dalam penuangan ide kami berupa pembelajaran pengenalan potensi khas daerah konservasi hutan mangrove Tarakan, yang tersaji melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia SD kelas tinggi dengan pendekatan konseptual yang menggunakan media wayang kreasi berbentuk Bekantan, Ikan tempakul, Kepiting dan Pohon bakau.
Melalui penggunaan media wayang ini, diharapkan pembelajaran Bahasa Indonesia berupa pengoptimalan kemampuan membaca, menulis, dan mendengarkan lebih menarik bagi peserta didik.
B. Perencanaan Kegiatan Belajar
Dalam pendekatan konseptual pengenalan hutan mangrove pada peserta didik di pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan media wayang diatur dalam rencana kegiatan belajar (RPP) yang disusun dan dipersiapkan guru sebelum kegiatan berlangsung dengan komponen yang sesuai dan mengacu pada prosedur pendekatan pembelajaran kontekstual dengan format sebagai berikut :
1. Bagaimana kira-kira perumusan tujuan pembelajaran dilihat dari evaluasinya.
2. Pemilihan materi ajar sesuaikan dengan tujuan dan karakteristik peserta didik.
3. Pengorganisasian materi ajar.
4. Pemilihan media.
5. Kejelasan skenario pembelajaran.
6. Bagaimana penggunaan bahasa lisan
Selanjutnya kegiatan dapat berupa pertunjukan wayang di kelas. Berikut adalah gambar wayang kreasi hutan mangrove

C. Kendala – Kendala yang Dihadapi Dalam Menerapkan Ide atau Gagasan.

Ketersediaan alat – alat dan bahan pendukung yang menunjang dalam kegiatan belajar Memilih bahan – bahan yang aman dan sesuai dengan karakteristik anak. Kemampuan anak untuk fokus dengan kegiatan sampai akhir masih belum tuntas.

D. Faktor- Faktor Pendukung

Adanya semangat dan motivasi sebagai seorang pendidik untuk mengembangkan kecerdasan pada anak didik dan berusaha untuk diaplikasikan dalam bentuk pendekatan konseptual dengan media yang menarik. Serta pentingnya pengenalan sejak dini kekhasan daerah agar nantinya anak dapat jadi generus yang dapat menjaga kelestarian alam sekitarnya.

E. Tindak Lanjut

Untuk mengatasi berbagai kendala yang muncul, ada beberapa solusi alternatif diantaranya: Keterbatasan alat dapat diantisipasi dengan menugaskan kepada anak membuat wayang dari bahan yang mudah di dapat dengan pola yang sudah dibuat oleh guru. Kerjasama dengan orangtua murid juga perlu di lakukan untuk keberhasilan proses pendidikan.

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran.

B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil karya tulis yang telah disajikan, penulis menyampaikan rekomendasi kepada:
1. Orangtua/ wali murid dan masyarakat
Kerjasama yang baik antara para pelaksana pendidikan dengan masyarakat akan memperlancar proses pendidikan
2. Penulis selanjutnya
Dalam penyajian tulisan ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, kritik dan saran terhadap karya tulis ini akan di jadikan pijakan bagi penulis untuk karya selanjutnya

KARYA TULIS : MAIN PERAN WAYANG BEKANTAN UNTUK PAUD SEBAGAI PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut” (pasal 1, butir 14). Dan Pasal 1, butir 1 berbunyi pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”
Oleh karena itu penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Program PAUD tidak dimaksudkan untuk mencuri start apa-apa yang seharusnya diperoleh pada jenjang pendidikan dasar, melainkan untuk memfasilitasi pendidikan yang sesuai bagi anak, sehingga anak pada saatnya memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam rangka memasuki pendidikan lebih lanjut.
Di Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau kesuksesan hanya ditinjau dari segi intelektual. Terbukti dalam sistem pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dari segi matematika (logika) dan bahasa. Dalam prakteknya di sekolah, kenaikan kelas dinilai dari aspek tersebut. Sesungguhnya ini adalah satu pemikiran yang masih tradisional. Mengingat berbagai kemajuan di era globalisasi ini menuntut banyak kecerdasan yang harus di kembangkan dan di miliki oleh manusia untuk dapat bertahan hidup.
Manusia adalah mahluk hidup tertinggi yang sudah diciptakan Tuhan untuk memiliki banyak sekali kemampuan dasar bertahan hidup. Howard Gardner memperkenalkan jenis-jenis kecerdasan manusia yang disebut dengan kecerdasan jamak (multiple intelligences) sejak tahun 1983. Menurut Gardner, kecerdasan sesungguhnya bukan hanya kecerdasan bahasa dan matematika saja, namun juga dapat meliputi beberapa aspek lain sepert kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, dan naturalis. Kecerdasan jamak inilah yang sejatinya perlu di gali potensinya dan di kembangkan sejak usia dini agar generasi penerus kita nantinya jadi generasi yang sukses dengan multi talenta.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Perkembangan pendidikan di Indonesia sudah sedemikian pesatnya. Pemerintah banyak mendirikan sekolah dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan sekolah swasta dan PAUD juga sudah sangat menjamur di negeri kita, namun metode belajar yang di terapkan di sekolah masih saja menggunakan metode konvensional yang hanya menggali potensi kecerdasan intelektual yang meliputi bahasa dan matematika saja. Bahkan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penyelenggara PAUD masih belum mengacu pada tahap-tahap perkembangan anak. Umumnya penyelenggaraannya difokuskan pada peningkatan kemampuan akademik, baik dalam hafalan-hafalan maupun kemampuan baca-tulis-hitung, yang prosesnya seringkali mengabaikan tahapan perkembangan kecerdasan jamak anak.
C. PEMBATASAN MASALAH
Karya tulis ini hanya membahas cakupan materi mengenai metode BCCT yang sesuai sebagai pendekatan pembelajaran kecerdasan jamak bagi anak usia dini.
D. PERUMUSAN MASALAH
Atas dasar penentuan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka kami dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut: “ Kecerdasan jamak anak usia dini dapat di kembangkan secara optimal melalui pendekatan pembelajaran dengan metode sentra dan lingkaran yang diadopsi dari metode BCCT (Beyond Centre and Circle Time)”.
E. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar dapat meningkatkan kualitas dan kinerja penyelenggara program pendidikan anak usia dini. Secara terperinci tujuan penulisan ini bagi penyelenggara dan pendidik PAUD adalah sebagai berikut
1. Dapat memahami hal apa saja yang termasuk dalam kecerdasan jamak serta pendekatan yang seharusnya di lakukan dalam pembelajaran agar dapat mengoptimalkan pengembangan kecerdasan tersebut.
2. Dapat memahami permainan apa saja dalam metode BCCT yang dapat menggali potensi kecerdasan jamak anak didik
3. Dapat memahami ciri khusus yang dimiliki BCCT yang terdiri atas empat pijakan, yaitu : pijakan lingkungan, pijakan sebelum bermain, pijakan saat bermain dan pijakan setelah bermain

F. SISTEMATIKA PENULISAN
Pada karya tulis ini hasil studi pustaka, serta hasil pengamatan dan pengalaman penulis sebagai praktisi PAUD akan di jelaskan sebagai berikut
Bab 1 yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab 2, yang merupakan kerangka teoritis, yang berisi landasan toeri, pengertian pendekatan dan metode pembelajaran, metode BCCT (SELING), jenis permainan dalam BCCT, sentra dalam BCCT, serta pengertian dari kecerdasan jamak.
Bab 3 yang merupakan metode dan prosedur, yang berisi strategi pemecahan masalah dan prosedur pembelajaran metode BCCT.
Bab 4, yang merupakan hasil dan pembahasan yang berisi keunikan idea tau gagasan dan keinovasian ide atau gagasan.
Bab 5 yang merupakan simpulan dan rekomendasi.

BAB II
KERANGKA TEORITIS
A.LANDASAN TEORI
1.PENGERTIAN PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN
Pendekatan Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1.pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
2.pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.Metode BCCT (Beyond Centers and Circle Times) Sistem Sentra Dalam Lingkaran
Apakah yang dimaksud dengan Metode “Beyond Center and Circle Time”?
1.Suatu metode atau pendekatan dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.
2.Dikembangkan berdasarkan hasil kajian teoritik dan pengalaman empirik.
3.Merupakan pengembangan dari metode Montessori, HighScope, dan Reggio Emilio.
4.Dikembangkan oleh Creative Center for Childhood Research and Training(CCCRT) Florida, USA.
5.Dilaksanakan di Creative Pre School Florida, USA selama lebih dari 25 tahun, baik untuk anak normal maupun untuk anak dengan kebutuhan khusus.
Landasan filosofi adalah BCCT adalah konstruktivisme, yakni filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Karena pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang terpisah namun harus mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan. Setting pembelajaran BCCT mampu merangsang anak untuk saling aktif, kreatif, dan terus berfikir dengan menggali pengalaman sendiri.
Hal ini berbeda dengan paradigma pendidikan lama yang menghendaki murid mengikuti perintah, meniru atau menghafal. Kegiatan pembelajaran bermain sambil belajar melalui pendekatan BCCT yang dimaksud adalah pola pengajaran yang diterapkan dengan menggunakan kegiatan belajar yang menyenangkan dengan pendekatan sentra dan saat lingkaran.
Pendekatan sentra dan lingkaran adalah pendekatan penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangan anak. Empat pijakan tersebut adalah :
1. Pijakan lingkungan main
2. Pijakan sebelum main
3. Pijakan selama main
4. Pijakan setelah main
Pijakan adalah dukungan yang berubah-ubah yang disesuaikan dengan perkembangan yang dicapai anak yang diberikan sebagai pijakan untuk mencapai perkembangaan yang lebih tinggi.
Sentra main adalah zona atau area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak dalam 3 jenis main yaitu :
1. Main sensorimotor atau fungsional
2. Main peran,
3. Main pembangunan
Saat lingkaran adalah dimana pendidik (Guru/Kader/Pamong) duduk bersama anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan anak yang dilakukan sebelum dan sesudah main .
6. JENIS PERMAINAN DI METODE BCCT
Pada metode BCCT terdapat tiga jenis permainan, antara lain:
1. Main Sensorimotor atau main Fungsional
Istilah ini diambil dari kerja Piaget dan Smilansky (1968). Anak usia dini belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka. Kebutuhan sensorimotor didukung disediakan kesempatan untuk berhubungan dengan berbagai bahan dan slat permainan, baik di dalam maupun di luar ruangan. Kebutuhan sensorimotor anak didukung ketika diberi kesempatan bergerak secara bebas, bermain di halaman atau di lantai atau di meja dan di kursi. Kebutuhan bermain sensorimotor anak didukung bila lingkungan baik di dalam maupun di luar ruangan menyediakan kesempatan untuk berhubungan dengan banyak tekstur dan berbagai jenis bahan bermain yang berbeda yang mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak.
2. Main peran atau simbolik (makro dan mikro)
Main peran juga disebut main simbolik, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun (Vygosky, 1967; Erikson, 1963). Main peran dipandang sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan, kerja sama keiompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan pengambilan sudut pandang spasial, keterampilan pengambilan sudut pandang afeksi, keterampilan pengambilan sudut pandang kognisi. (Gowen, 1995).
 Main peran makro adalah bermain yang sifatnya kerja sama lebih dari 2 orang bahkan lebih khususnya untuk anak usia PAUD. Seorang anak dikatakan sedang main peran makro apabila ia berperan menjadi seseorang atau sesuatu diluar dirinya, misalnya anak berperan menjadi guru, pelayan toko, perawat, kupu-kupu, atau harimau.
 Main mikro adalah awal bermain kerja sama dilakukan hanya 2 orang saja bahkan sendiri. Seorang anak dikatakan bermain peran mikro apabila peran yang ada dipikirannya diwakilkan pada benda atau sesuatu yang lain. Misalnya : anak menggunakan pensil sebagai pesawat dan menirukan suara pesawat, Anak menggunakan boneka harimau kemudian digerak-gerakan dan anak mengeluarkan suaranya seperti seekor harimau.
3. Pembangunan (sifat cair dan terstruktur)
Main pembangunan juga dibahas dalam kerja Piaget (1962) dan Smilansky (1968). Piaget menjelaskan bahwa kesempatan main pembangunan membantu anak untuk mengembangkan keterampilannya yang akan mendukung keberhasilan sekolahnya dikemudian hari. Dr. Charles, H. Wolfgang, dalam bukunya yang berjudul School for Young Children (1992), menjelaskan suatu tahap yang berkesinambungan dari bahan yang paling cair atau messy, seperti air, ke yang paling terstruktur, seperti puzzle. Cat, krayon, spidol, play dough, air, dan pasir dianggap sebagai bahan main pembangunan sifat cair atau bahan alam. Balok unit, LegoTM, balok berongga, Bristle BlockiM, dan bahan lainnya dengan bentuk yang telah ditentukan sebelumnya, yang mengarahkan bagaimana anak meletakkan bahan-bahan tersebut bersama menjadi sebuah karya, dianggap sebagai bahan main pembangunan yang terstruktur. Anak dapat mengekspresikan dirinya dalam bahan-bahan ini mengembangkan dari main proses atau main sensorimotor pada anak usia di bawah tiga tahun, ke tahap main simbolik pada anak usia tiga – enam tahun yang dapat terlibat dalam hubungan kerja sama dengan anak lain dan menciptakan karya nyata.
7. SENTRA MAIN DALAM BCCT
Untuk mewadahi proses belajar bagi anak usia dini pendidik harus dapat melakukan penataan lingkungan main, menyediakan bahan–bahan main yang terpilih, membangun interaksi dengan anak dan membuat rencana kegiatan main untuk anak. Proses pembelajaran anak usia dini dilakukan melalui sentra atau area main. Sentra atau area tersebut bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari masing-masing satuan Pendidikan dan dapat disesuaikan dengan tema serta indikator dari kegiatan belajar sesuai usia anak. Contoh sentra atau area bermain tersebut antara lain : Sentra Balok, Sentra Bermain Peran, Sentra Seni, Sentra Persiapan, dan Sentra bahan alam.
Adapun standar minimal sentra dalam satu sekolah yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Sentra Balok: melatih memahami bentuk tiga dimensi, memahami konsep keseimbangan bangunan, melatih fisik dan motorik kasar, dan lain-lain.
2. Sentra Bermain Peran: melatih keberanian dan rasa percaya diri, memberi kebebasan kepada untuk berekspresi, memberi kesempatan untuk mengasah bakat dan minatnya, dan lain-lain.
3. Sentra Seni: mengasah daya seni, melatih menuangkan imajinasi menjadi satu karya nyata, melatih sosial dan bekerja sama dalam menciptakan sesuatu, dan lain-lain.
4. Sentra Bahan Alam : melatih koordinasi mata dan tangan yang dibutuhkan untuk kesiapan menulis, melatih motorik halus dan motorik kasar, merangsang syaraf taktil yang dibutuhkan untuk menulis, dan lain-lain.
5. Sentra Persiapan : mempersiapkan untuk mampu membaca, menulis dan berhitung dengan memperkuat pemahaman konsep membaca, menulis dan berhitung, dan lain-lain.
Posisi guru ialah membantu dan memfasilitasi agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian, anak belajar dari hal-hal yang sederhana sampai yang komplek, dari yang konkrit ke abstrak
B. PENGERTIAN KECERDASAN JAMAK (MULTIPLE INTELLIGENCES)
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ.
Dari beberapa klasifikasi kecerdasan, yang selalu sebagai acuan psikolog adalah klasifikasi menurut Howard Gardner. Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58).
Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteksnya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, sebagai berikut:
1. Kecerdasan Linguistik (Bahasa). Kecerdasan menganalisa dan menyusun pikiran melalui kata-kata ketika berbicara, menulis dan membaca. Pendekatan yang sesuai adalah
• Sering di ajak bercakap-cakap
• Baca cerita berulang-ulang
• Rangsang untuk dapat menceritakan kembali
• Jangan memotong cerita anak
• Menyanyikan lagu-lagu
• Membahas isi syair/lagu
2. Kecerdasan Logis-Matematis. Kecerdasan yang berkaitan dengan mengelola hal-hal yang bersifat matematis dan ilmiah. Pendekatan yang sesuai adalah
• Mengelompokkan benda-benda, mainan
• Menghitung, merangkai, menyusun mainan
• Bermain angka, halma, congklak
• Bermain tebak-tebakan, puzzle
• Bermain monopoli, permainan computer
• Mengerjakan tugas-tugas matematik
3. Kecerdasan Visual-Spasial. Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan kemampuan tersebut. Pendekatan yang sesuai:
• Mengamati gambar, foto
• Merangkai, membongkar lego
• Menggunting, melipat, menggambar
• Bermain rumah-rumahan
4. Kecerdasan Musikal. Kemampuan mengelola atau memanfaatkan sesuatu yang berkaitan dengan irama, nada dan suara termasuk suara yang bersumber dari alam. Pendekatan yang sesuai :
• Mendengarkan music, lagu bervariasi
• Menyanyikan lagu
• Mengikuti irama dan nada
• Memainkan alat musik
5. Kecerdasan Kinestik-Tubuh. Kecerdasan seluruh tubuh yang di miliki manusia untuk menyatakan perasaan, mengembangkan ide, bahkan menyelesaikan masalah. Pendekatan yang sesuai :
• Berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk
• Berjalan diatas satu garis
• Berlari, melompat, melempar, menangkap
• Senam, olahraga permainan, menari
6. Kecerdasan Interpersonal (social). Kemampuan dalam memahami suasana hati, maksud, motivasi, perasaan dan cara berpikir seseorang, pendekatan yang sesuai :
• Bermain dengan anak yang lebih muda dan lebih tua
• Saling berbagi kue, makanan dan mainan
• Mengalah, meminjamkan mainan
• Bekerjasama membuat sesuatu
• Permainan mengendalikan diri
• Mengenal berbagai suku, budaya dan agama
7. Kecerdasan Intrapersonal. kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut, pendekatan yang sesuai :
• Menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita
• Menceritakan pengalaman
• Berkhayal, mengarang cerita
8. Kecerdasan Naturalis. Kemampuan mengingat, mengkategorikan, mengenali, menganalisis, atau menguasai pengetahuan lingkungan alam. Pendekatan yang sesuai :
• Menanam biji hingga tumbuh
• Memelihara tanaman, hewan
• Berkebun
• Wisata di hutan, gunung, sungai, pantai
• Mengamati langit, awan, bulan, bintang
• Membahas kejadian gejala alam seperti hujan, angin, banjir, siang, malam.

BAB III
METODE DAN PROSEDUR
A.STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

1. Alasan Pemilihan Metode BCCT sebagai Pemecahan Masalah
Bermain merupakan jendela perkembangan anak. Lewat kegiatan bermain aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal dan maksimal. Membiarkan anak-anak usia pra sekolah bermain telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi. Untuk memfasilitasi anak agar memiliki kesempatan bermain yang cukup, pendidikan anak usia dini Playgroup Bintang Tarakanita mengusung metode pembelajaran PAUD Berbasis Kecerdasan Jamak dengan menggunakan metode sentra dan lingkaran yang diadopsi dari metode BCCT (Beyond Centre and Circle Time)..
Dengan pendekatan BCCT proses pembelajaran di Playgroup Bintang Tarakanita diharapkan mampu berjalan secara alamiah dalam bentuk kegiatan yang ditujukan agar anak belajar dengan mengalami bukan hanya sekedar mengetahui ilmu yang ditransfer oleh pendidik saja. Pembelajaran yang berpusat pada anak dan peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan evaluator dan menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, untuk mengasah kecerdasan jamak sejak dini merupakan ciri dari metode BCCT ini. Kegiatan anak juga berpusat pada sentra-sentra main yang berfungsi sebagai pusat minat yang memiliki standart operasional prosedur yang baku dan memiliki pijakan-pijakan dalam proses pembelajarannya.
2. Keunggulan Metode BCCT
Kurikulum BCCT diarahkan untuk membangun pengetahuan anak yang digali oleh anak itu sendiri. Anak didorong untuk bermain di sentra-sentra kegiatan. Sedangkan pendidik berperan sebagai perancang, pendukung dan penilai kegiatan anak. Pembelajaran bersifat individual, sehingga rancangan, dukungan dan penilaianya pun disesuaikan dengan tingkatan perkembangan di kebutuhan tiap anak.
Semua tahapan perkembangan anak dirumuskan dengan rinci dan jelas, sehingga guru memiliki panduan dalam penilaian perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran tertata dalam urutan yang jelas. Dari penataan lingkungan main sampai pada pemberian pijakan-pijakan.
Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan berani mengengambil keputusan sendiri tanpa mesti takut membuat kesalahan. Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat dilakukan secara bertahap, sesuai situsi dan kondisi setempat.
B. PROSEDUR PEMBELAJARAN METODE BCCT
1. Penataan Lingkungan Main
• Sebelum anak datang, pendidik menyiapkan bahan dan alat main yang akan digunakan sesuai rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun.
• Pendidik menata alat dan bahan main yang akan digunakan sesuai dengan kelompok usia yang dibimbingnya.
• Penataan alat main harus mencerminkan rencana pembelajaran yang sudah dibuat.
2. Penyambutan Anak
Sambil menyiapkan tempat dan alat main, agar ada seseorang pendidik yang bertugas menyambut kedatangan anak. Anak-anak langsung diarahkan untuk bermain bebas dulu dengan teman-teman lainnya sambil menunggu kegiatan dimulai. Sebaiknya para orangtua/pengasuh sudah tidak bergabung dengan anak.
3. Main Pembukaan (Pengalaman Gerakan Kasar)
Pendidik menyiapkan seluruh anak dalam lingkaran, lalu menyebutkan kegiatan pembuka yang akan dilakukan. Kegiatan pembuka bisa berupa permainan tradisional, gerak dan music, atau sebagainya. Satu kader yang memimpin, kader lainnya jadi peserta bersama anak (mencontohkan). Kegiatan main pembuka berlangsung sekitar 15 menit.

4. Transisi 10 Menit
• Setelah selesai main pembukaan, anak-anak diberi waktu untuk pendinginan dengan cara bernyanyi dalam lingkaran, atau membuat permainan tebak-tebakan. Tujuannya agar anak kembali tenang. Setelah anak tenang, anak secara bergiliran dipersilahkan untuk minum atau ke kamar kecil.
• Sambil menunggu anak minum atau ke kamar kecil, masing-masing pendidik siap di tempat bermain yang sudah disiapkan untuk kelompoknya masing-masing.
5. Kegiatan Inti Di Masing-Masing Kelompok
a. Pijakan pengalaman sebelum main (15 menit)
Pendidik dan anak didik duduk melingkar.
Pendidik meminta anak-anak untuk memperhatikan siapa saja yang tidak hadir hari ini (mengabsen). Lalu berdoa sebelum belajar, mintalah anak secara bergilir siapa yang akan memimpin doa hari ini
Pendidik menyampaikan tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan anak.
Pendidik membacakan buku yang terkait dengan tema. Setelah membaca selesai, kader menanyakan kembali isi cerita.
Pendidik mengaitkan isi cerita dengan kegiatan main yang akan dilakukan anak.
Pendidik mengenalkan semua tempat dan alat main yang sudah disiapkan.
Dalam memberi pijakan, pendidik harus mengaitkan kemampuan apa yang diharapkan muncul pada anak, sesuai dengan rencana belajar yang sudah disusun.
Pendidik menyampaikan bagaimana aturan main, memilih teman bermain, memilih mainan, cara menggunakan alat-alat, kapan memulai dan mengakhiri main, serta merapikan kembali alat yang sudah dimainkan.
Pendidik mengatur teman main dengan memberi kesempatan kepada anak untuk memilih teman mainnya. Setelah anak siap untuk main, pendidik mempersilahkan anak untuk mulai bermain.
b. Pijakan pengalaman selama anak main (60 menit)
Pendidik berkeliling diantara anak-anak yang sedang bermain.
Memberi contoh cara main pada anak yang belum bisa menggunakan bahan/alat.
Memberi dukungan berupa pernyataan positif tentang pekerjaan yang dilakukan anak.
Memancing dengan pertanyaan terbuka untuk memperluas cara main anak.
Memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan.
Mendorong anak untuk mencoba dengan cara lain, sehingga anak memiliki pengalaman main yang kaya.
Mencatat yang dilakukan anak.
Mengumpulkan hasil kerja anak.
Bila waktu tinggal 5 menit, kader memberitahukan pada anak-anak untuk bersiap-siap menyelesaikan kegiatan.
c. Pijakan pengalaman setelah main
Bila waktu main habis, pendidik memberitahukan saatnya membereskan.
Bila anak belum terbiasa untuk membereskan, pendidik bisa membuat permainan yang menarik agar anak ikut membereskan.
Saat membereskan, pendidik menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap jenis alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat main sesuai dengan tempatnya.
Bila anak sudah rapi, mereka diminta duduk melingkar bersama pendidik.
Setelah semua anak duduk dalam lingkaran, pendidik menanyakan pada setiap anak kegiatan main yang tadi dilakukannya. Kegiatan menanyakan kembali melatih daya ingat anak dan melatih anak mengemukakan gagasan dan pengalaman mainnya.
6. Makan Bekal Bersama (15 menit)
Usahakan setiap pertemuan ada kegiatan makan bersama. Sebelum makan bersama, pendidik mengecek apakah ada anak yang tidak membawa makanan. Jika ada tanyakan siapa yang mau memberi makan pada temannya. Pendidik memberitahukan jenis makanan yang baik dan kurang baik. Jadikan waktu makan bekal bersama sebagai pembiasaan tata cara makan yang baik. Libatkan anak untuk membereskan bekas makanan dan membuang bungkus makanan ke tempat sampah.
7. Kegiatan Penutup
Setelah semua anak berkumpul membentuk lingkaran, pendidik dapat mengajak anak bernyanyi atau membaca puisi. Pendidik menyampaikan rencana kegiatan esok hari, dan menganjurkan anak untuk bermain yang sama dirumah masing-masing. Pendidik meminta anak yang sudah besar secara bergiliran untuk memimpin doa penutup.
Untuk menghindari berebut saat pulang, digunakan urutan berdasarkan warna baju, usia atau cara lain untuk keluar dan bersalaman terlebih dahulu.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEUNIKAN IDE ATAU GAGASAN
Keunikan ide dalam metode BCCT atau yang lebih di kenal dengan SELING ini, penulis sajikan lewat pengenalan potensi wisata khas Kota Tarakan, yakni Hutan Mangrove yang di perankan anak dalam pertunjukan wayang. Rencana pembelajaran yang disusun mencakup semua aspek perkembangan anak yang meliputi: moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian, bahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni sebagai satu kesatuan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan serta dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu dengan menggunakan tema.
Dengan tema : Rekreasi, Anak-anak PAUD Playgroup Bintang Tarakanita akan bermain dalam kegiatan sentra peran dengan menampilkan pertunjukkan wisata ke Hutan Mangrove Tarakan. Kegiatan main di tujukan untuk pengenalan potensi dan manfaat hutan mangrove pada anak sejak dini yang di sesuaikan dengan porsi, karakteristik anak usia dini. Tahap pelaksanaannya sesuai pijakan dalam metode SELING. Alat Permainan Edukatif (APE) yang di mainkan adalah wayang berbentuk Bekantan, ikan Tempakul, dan Kepiting yang merupakan hewan khas yang ada di hutan mangrove Tarakan. Diharapkan dengan APE Wayang ini, anak dapat lebih di gali potensi kecerdasan jamak nya. Sebelumnya, anak juga sudah di bawa berkunjung ke wisata Hutan Manggrove, sehingga pengalaman dan pengamatan anak dapat dituangkan dalam apresiasi saat bermain peran. Berikut ini prosedur kegiatan bermain peran:
I. Tahap Perencanaan
a. Menentukan tema dan sub tema.
Tema: Rekreasi, dengan sub tema : Berkunjung ke Hutan Manggrove Tarakan
Menentukan jenis permainan peran yang akan digunakan (main peran mikro dan peran makro)
 Main peran makro:
• Anak berperan sebagai penonton pertunjukan.
• Anak berperan petugas penjual tiket. Yang bertugas melayani penjualan tiket masuk melihat pertunjukan.
• Anak berperan sebagai petugas area pertunjukan, yang bertugas menjaga keamanan dan kenyamanan penonton pertunjukan dan memastikan penonton membuang sampah pada tempatnya.
• Anak berperan sebagai penjual makanan dan minuman ringan
• Anak berperan sebagai pohon bakau yang harus di jaga kelestariannya untuk mencegah abrasi
 Main Peran Mikro
• Anak berperan sebagai `monyet Belanda` istilah untuk Bekantan, hewan khas di hutan mangrove dengan menggunakan wayang Bekantan.
• Anak berperan sebagai ikan Tempakul dengan menggunakan wayang ikan tempakul
• Anak berperan sebagai Kepiting Bakau dengan menggunakan wayang kepiting
b. Menentukan durasi waktu untuk bermain.
Waktu yang disarankan adalah 1 jam (60 menit)
c. Menyiapkan ruangan sehingga perabotan dan peralatan tidak terlalu sesak, alat-alat mudah dijangkau. Peran makro : ruangan kelas di setting menjadi luas, meja kasir penjual tiket di letakkan dekat pintu, di dinding di pasang banner dengan gambar hutan manggrove
d. Menyiapkan alat- alat untuk mendukung adegan permainan
• peran petugas penjual tiket. Alat yang digunakan: tiket masuk berupa kertas origami potongan kecil, cap stempel.
• peran sebagai penjual minuman ringan, alat yang di gunakan : botol bekas minuman kaleng, minuman mineral dan keranjang sebagai wadah.
• peran sebagai pohon bakau, alat yang di gunakan : daun yang di rangkai sebagai mahkota kepala dan ikat pinggang
• wayang bekantan
• wayang ikan tempakul
• wayang kepiting
• uang mainan sebagai alat tukar untuk tiket masuk.
• tong sampah untuk tempat sampah bagi peran pengunjung hutan mangrove


II. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan bermain peran di lakasanakan sesuai dengan prosedur kegiatan SELING yang meliputi empat pijakan.

B. KEINOVASIAN IDE ATAU GAGASAN

Penulis menghadirkan keinovasian dalam kegiatan bermain peran ini, yaitu dengan membuat wayang Bekantan, ikan Tempakul, dan Kepiting Bakau serta printing layar gambar hutan Manggrove, sehingga visualisasi seperti kawasan hutan mangrove sebenarnya.men. Pada meja loket masuk didukung dengan cap stempel yang dipilih dari bahan buah belimbing yang di dipotong dan di celupkan dalam pewarna yang aman bagi anak, tiket masuk berupa potongan kertas kecil dan uang mainan.
Untuk peran sebagai pohon bakau penulis memberi inovasi dengan memberi anak yang berperan sebagai pohon bakau mahkota dan ikan pinggang dari daun. Dan untuk peran penjual minuman ringan, di sediakan alat botol minuman bekas yang sudah di bersihkan agar aman untuk anak bermain.
Dalam masing- masing peran dapat melatih anak untuk mengembangkan kecerdasan jamak, sehingga hasil yang akan dicapai yaitu:
1. Pengembangan kecerdasan Linguistik (Bahasa), dengan menemukan beragam kosakata yang akan memperkaya perbendaharaan kata mereka. Belajar bercakap- cakap menggunakan kalimat yang sopan dan tepat, karena berkomunikasi dengan lawan mainnya, teman temannya
2. Pengembangan kecerdasan matematis yaitu berperan sebagai penjual dan pembeli tiket dan pembeli dan penjual minuman.
3. Pengembangan kecerdasan kinestik-tubuh, melalui gerak tangan anak saat memainkan wayang.
4. Pengembangan Kecerdasan Naturalis. Melalui pemahaman pentingnya pelestarian hutan mangrove dan hewan di dalamnya
5. Pengembangan kecerdasan social dan interpersonal melalui stimulus sosialisasi dalam bermain sehingga melatih anak berani tampil, faham dan mengerti aturan bermain serta menghargai teman.

C. KENDALA – KENDALA YANG DIHADAPI DALAM MENERAPKAN IDE ATAU GAGASAN.

Ketersediaan alat – alat dan bahan pendukung yang menunjang dalam bermain peran. Memilih bahan – bahan yang aman dan sesuai dengan karakteristik anak. Kemampuan anak untuk fokus dengan kegiatan sampai akhir masih belum tuntas.

D. FAKTOR- FAKTOR PENDUKUNG

Adanya motivasi sebagai seorang pendidik PAUD untuk mengembangkan kecerdasan jamak pada diri anak dan berusaha untuk diaplikasikan dalam bentuk bermain peran dan proses pembelajaran lain yang menarik bagi anak. Serta pentingnya pengenalan sejak dini kekhasan daerah agar nantinya anak dapat jadi generus yang dapat menjaga kelestarian alam sekitarnya.

E. TINDAK LANJUT

Untuk mengatasi berbagai kendala yang muncul, ada beberapa solusi alternatif diantaranya: Keterbatasan alat dapat diantisipasi dengan menggunakan barang barang bekas, seperti botol minuman, pewarna makanan, atau meminjam barang dari yang dimiliki pendidik. Pendidik juga terus meningkatan wawasan dan pengetahuannya untuk merangsang ide kreatif, sehingga dapat menghasilnya pendekatan pembelajaran dalam SELING yang menyenangkan bagi anak didik.
Selain itu perlu juga diadakan pendekatan kepada orang tua dengan dialog yang membahas kecerdasan jamak pada diri anak. Bahwa setiap anak punya kecerdasan, sehingga orang tua tidak menilai atau berpikir yang sempit dengan melihat kecerdasan matematis IQ sebagai tolak ukur.
Satuan pendidikan PAUD Playgroup Bintang Tarakanita juga menerapkan BCCT dalam kegiatan main lain selain bermain peran yang penulis tampikan dalam lampiran berupa foto kegiatan.

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN
Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia mengungkapkan kepada kita bahwa ada “banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan.
Masalah yang dirumuskan adalah metode apa yang dapat digunakan dalam mengembangkan kecerdasan jamak pada Anak usia Dini. Adapun metode ini yang digunakan adalah metode BCCT, yang diterapkan dalam pelaksanaan sentra dalam lingkup belajar, salah satunya adalah sentra main peran
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil karya tulis yang telah disajikan, penulis menyampaikan rekomendasi kepada:
1. Orang tua Anak Usia Dini
Peran orang tua dalam pengembangan kecerdasan jamak anak sangat lah penting, upayakan selalu untuk membesarkan dan mendidik anak dengan kasih sayang dan keakraban dalam keluarga, tumbuhkan rasa percaya diri anak dengan tidak menekan anak sehingga anak menjadi takut untuk mencoba sesuatu yang baru serta dapat mengambil kesimpulan yang salah dalam suatu peristiwa. Jalin komunikasi yang baik antara orangtua dan pendidik PAUD agar pembelajaran dapat berlangsung optimal
2. Penulis selanjutnya
Dalam penyajian tulisan ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, kritik dan saran terhadap karya tulis ini akan di jadikan pijakan bagi penulis untuk karya selanjutnya.